23 November 2011

IRONI PROGRAM MOBIL NASIONAL DAN PERLAWANAN KAPITALISME GLOBAL TERHADAP INDUSTRI OTOMOTIF DI INDONESIA


Erik Aditia Ismaya 

Pendahuluan 
Indonesia sebagai negara berkembang mempunyai semangat yang kuat untuk dapat bersaing dengan negara-negara maju. Dalam kurun waktu 1990an, posisi Indonesia didunia mulai diperhitungkan. Perkembangan ekonomi yang melesat, stabilitas politik dan pertahanan-keamanan negara yang kondusif membuat iklim ekonomi dan industri meningkat dengan cepat. 
Indonesia yang waktu itu memasuki PJPT II, terbukti mampu memposisikan diri sebagai negara yang siap memasuki tahap industri dan menuju masyarakat industri yang maju. Pemerintah membuka kran yang lebar bagi pertumbuhan industri dan ekonomi melalui pembangunan pabrik-pabrik dan penanaman modal asing. Dan pada waktu itu pula, Indonesia telah berani memutuskan untuk memproduksi mobil nasional melalui Program Mobil Nasional (Timor), yang kemudian disusul dengan pembangunan pabrik pesawat terbang (IPTN) dibawah Arsitek BJ. Habibie, ini adalah langkah seribu yang dilakukan Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan cita-citanya menjadi negara industri yang maju menuju masyarakat yang sejahtera. 
Langkah yang diambil pemerintah untuk memproduksi mobil nasional ini terhitung sebagai langkah yang berani dan maju, berani karena jika kita melihat masyarakat Indonesia yang waktu itu masih rendah tingkat pendidikan dan perekonomiannya, budaya masyarakat yang bersifat agraris serta ketidaksiapan dalam menghadapi tantangan global, maka pemerintah tidak memperhitungkan hal itu. 
Pemerintah juga tidak menghiraukan perkembangan pasar dan dunia saat itu, kita ketahui bahwa pasar dan dunia dikuasai oleh kapitalis barat. Era perdagangan bebas sudah dimulai dan untuk pasar mobil, Indonesia telah dikuasai dan menjadi pasar bagi Eropa, Amerika dan Macan Asia. Jepang menguasai pasar mobil di Indonesia dengan Toyota, Daihatsu, Mitsubishi, Nissan dan Izusu-nya. Eropa dengan Opel, Mercedez dan BMW-nya. Korea dengan KIA dan Hyundai-nya dan Amerika dengan Ford-nya. 
Program Mobil Nasional yang diluncurkan, memang membuat kaget dan terpesona semua masyarakat Indonesia dan dunia. Langkah ini adalah kemajuan yang besar bagi Indonesia, namun ternyata tidak semua orang terpesona dan gembira dengan Program mobil nasional, selalu ada saja pihak yang menentang. Para Kapitalis Barat mungkin adalah pihak yang secara simbolis mengacungkan jempol dan memberi selamat atas keberhasilan Indonesia membuat Mobil Nasional. Namun dalam hati dan pikiran mereka, Indonesia merusak semua yang telah mereka bangun dan kuasai. Sebagai kapitalis dunia, Eropa, Amerika dan Macan Asia tidak akan mau dikalahkan oleh Indonesia yang telah lama menjadi pasar mereka. Menempatkan Indonesia sejajar dengan Eropa, Amerika dan Macan Asia, ini adalah mustahil dan melalui berbagai cara tentunya mereka akan melawan Indonesia agar Industri Mobil Nasional ini tidak akan pernah ada. 
Lalu bagaimana prospek mobil nasional di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) Adalah satu hal yang tidak bisa dibantah bahwa Indonesia tidak memperhitungkan hal ini. Agaknya Indonesia harus sedikit berhitung ulang mengenai Industri Mobil Nasional tersebut. Berangkat dari latar belakang diatas, saya mengangkat beberapa isu terkait Program mobil nasional dan perkembangan industri otomotif di Indonesia mulai dari Sejarah kelahiran Program Mobil Nasional dan Industri Mobil Nasional di Indonesia, Kebijakan pemerintah dalam mengamankan dan menjalankan Program Mobil Nasional, Resistensi dunia internasional dan para kapitalis terhadap Industri Mobil Nasional Indonesia. 

Timor, Sebuah Mimpi Yang Terwujud 
Perjalanan panjang untuk mewujudkan mobil nasional telah dilalui Indonesia. Sekitar tahun 1993, Indonesia melalui Hutomo Mandala Putra mulai bergerilya untuk menyusun strategi mewujudkan mimpi mobil nasional. Hutomo Mandala Putra adalah bos PT Automotif Lamborghini dan PT Timor Putra Nasional telah melakukan lobi dengan Kia Motor Corporation, Korea Selatan, yang "menjual" model sedannya untuk dijadikan sedan Timor. Dalam lobi ini, Hutomo Mandala Putra tidak sendirian, tapi menggandeng bos PT Indauda, perusahaan yang merakit mobil Holden, Fritz Hendrik Eman. Dalam lobi ini, mereka bersepakat dan menandatangani perjanjian kerjasama, isi perjanjian ketika itu: para penandatangan sepakat untuk membangun pabrik perakitan senilai US$ 400 juta untuk memproduksi mobil Korea buatan Indonesia dengan merk Sephia dan Pride. Lokasinya di kawasan Cikampek, Jawa Barat. Namun, sambil menunggu pabrik yang dijadwalkan selesai dibangun di akhir 1995 itu, perakitan akan dilakukan di pabrik Indauda di Surabaya (TEMPO 5 Juni 1993). 

Gayung pun bersambut, pemerintah mendukung sepenuhnya yang dilakukan Hutomo Mandala Putra dan PT Timor Putra Nasional untuk mewujudkan Program Mobil Nasional dengan mengeluarkan Inpres No. 2/1996 tentang Program Mobil Nasional dan menunjuk PT Timor Putra Nasional sebagai produsen tunggal mobil nasional. Senin 8 Juli 1996 adalah hari bersejarah bagi industri otomotif Indonesia karena akhirnya mobil merk Timor diluncurkan. Sedan Timor 1500 cc adalah produk pertama PT Timor Putra Nasional yang diakui sebagai mobil nasional Indonesia. Timor adalah kepanjangan dari Teknologi Industri Mobil Rakyat. (Diolah dari berbagai sumber: Wikipedia, Tempo Edisi 11 Juli 1996 dan Analisa dan Peristiwa Edisi 01/01- 06/Mar/1996). 
Kelahiran si Timor yang begitu cepat dan mengejutkan sebagai perwujudan Program Mobil Nasional ternyata telah banyak menimbulkan masalah, pertanyaan dan kritikan dari berbagai pihak. Kelahiran Timor ternyata menimbulkan masalah besar dalam perkembangannya. Masalahnya adalah: apakah Timor di tahap awal ini bisa disebut buatan PT Timor Putra Nasional (yang mendapat status pionir itu), ataukah bikinan PT Indauda Putra Nasional Motor (yang sahamnya terbagi: masing-masing 35% untuk Tommy dan Frits Eman, 30% untuk Kia Motors Corp.). Apakah bukan karena masalah itu maka Fritz Hendrik Eman, salah satu pemegang saham PT Indauda, menyatakan perlunya si Timor mendapatkan infant protection selama 4-5 tahun. Maksudnya, dalam jangka waktu itu ditetapkan tidak boleh ada satu pun mobil nasional kecuali si Timor. Bila imbauan ini dikabulkan pemerintah, penetapan si Timor sebagai mobil nasional makin kukuh, tapi tetap menimbulkan pertanyaan adanya sedikit ketidaksesuaian antara yang disyaratkan oleh keputusan Menteri dan kenyataan. Lalu bagaimana pula dengan sedan Maleo, yang oleh B.J. Habibie, Direktur Utama IPTN, dijanjikan akan diluncurkan selambatnya akhir tahun 1997 sebagai mobil nasional? Maleo, nama burung di Sulawesi, yang dijanjikan bukan hanya dibikin di Indonesia, tapi desain dan teknologi pembuatannya benar-benar di Indonesia? (Pudjiarti, Analisa dan Peristiwa Edisi 01/01- 06/Mar/1996). 

Kebijakan Pemerintah Melindungi Program Mobil Nasional 
Tidak hanya sampai disitu saja, paket kebijakan pemerintah yang kembali menggelontor justru semakin memicu pertanyaan dan perdebatan dalam masyarakat dan industri otomotif Indonesia terhadap Program Mobil Nasional dan lahirnya si Timor. Dua kebijakan pemerintah terkait Program Mobil Nasional: Keputusan Presiden No. 42/1996 dan Peraturan Pemerintah No. 36/1996; keduanya tentang industri mobil Indonesia. Keppres 42 menetapkan adanya izin kepada produsen mobil nasional (mobnas) untuk membuat produknya di luar negeri. Dan produsen mobnas menurut Inpres No. 2/1996 hanya satu, yaitu PT Timor Putranasional (TPN). Keluarnya Keppres 42 memang tak bisa dipisahkan dari Inpres 2/1996. Inpres No. 2/1996 menyebutkan bahwa mobil nasional adalah mobil yang menggunakan merek yang diciptakan sendiri, perusahaan produsennya 100% dimiliki orang Indonesia, proses produksinya dilakukan di wilayah Indonesia dan mampu memenuhi persyaratan tentang kandungan lokal 20% pada tahun pertama, 40% pada tahun kedua, dan 60% pada tahun ketiga. Maka keluarnya Keppres 42 dengan serta-merta memunculkan tanda tanya karena tidak konsisten dengan syarat "proses produksinya harus dilakukan di wilayah Indonesia" tadi. Sebenarnya, pertanyaan atau keraguan, apakah TPN akan mampu memenuhi persyaratan seperti yang ditetapkan Inpres 2/1996 itu sudah dikemukakan banyak orang sejak Inpres diumumkan tanggal 26 Februari1996. Dasar keraguan itu jelas; TPN belum mempunyai pengalaman di industri otomotif. Dan, ini yang paling nyata, pabriknya pun belum ada (Tempo Interaktif 6 Juni 1996). 
Seakan tidak peduli dengan kritik, pertanyaan dan perdebatan yang terjadi, pemerintah tetap dan terus saja melaksanakan Program Mobil Nasional ini. Bahkan untuk mendukung Program Mobil Nasional, pemerintah mengeluarkan instruksi yang mewajibkan badan usaha milik negara (BUMN) untuk membeli mobil nasional Timor guna mempercepat pencapaian Program tersebut. Produk mobil nasional itu oleh pemerintah juga diberikan berbagai fasilitas mulai dari: pembebasan bea masuk, rencana penyediaan kredit, dan akhirnya juga penjualan. 

Perlawanan Kapitalisme Global 
Kebijakan Program Mobil Nasional tersebut mendapat reaksi dari berbagai kalangan, di antaranya adalah reaksi dari Jepang yang mempunyai kepentingan terhadap industri otomotifnya yang menguasai hampir 90% pangsa mobil Indonesia dan juga reaksi dari Amerika dan negara-negara Eropa yang mempertanyakan kebijakan tersebut, berkaitan dengan rencana investasi mereka dalam industri otomotif Indonesia. Setelah mencoba berdialog dengan pemerintah Indonesia dan mendapat penjelasan, Jepang tetap tidak dapat mengerti mengenai kebijakan tersebut yang menurut mereka telah melanggar prinsip-prinsip perdagangan bebas dengan adanya diskriminasi dari pemerintah Indonesia. Kemudian melalui Wakil Menteri Perdagangan Internasional dan Industri, Jepang menyatakan bahwa mereka akan membawa masalah ini ke WTO setelah mendapat konfirmasi bahwa mobil impor buatan Korea Selatan mendapatkan perlakuan khusus. 
Masalah Mobil Nasional kemudian dibawa ke World Trade Organization oleh Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa yang turut mengajukan keluhan mengenai mobil nasional ke WTO. Mereka menilai bahwa kebijakan pemerintah tersebut sebagai wujud diskriminasi dan oleh karena itu melanggar prinsip-prinsip perdagangan bebas. Indonesia yang secara resmi bergabung dengan World Trade Organization dengan meratifikasi konvensi WTO melalui Undang-Undang No.7 tahun 1994 secara hukum terikat kepada ketentuan ketentuan General Agreements on Tariff and Trade (GATT) yang diantaranya termaktub prinsip-prinsip: a. Prinsip penghapusan hambatan kuantitatif (Non Tariff Barriers/Non Tariff Measures) sesuai dengan Artikel XI, paragraf 1 GATT 1994. GATT pada prinsipnya hanya memperkenankan tindakan proteksi terhadap industri domestik melalui tarif dan tidak melalui upaya upaya perdagangan lainnya. Perlindungan melalui tarif ini menunjukkan dengan jelas mengenai tingkat perlindungan yang diberikan dan masih dimungkinkan adanya kompetisi yang sehat. Prinsip ini dilakukan untuk mencegah terjadinya proteksi perdagangan yang bersifat non tarif karena dapat merusak tatanan perekonomian dunia. b. Prinsip “National Treatment” yang diatur dalam Artikel III, paragraph 4 GATT 1994. Menurut prinsip ini, produk yang diimpor ke dalam suatu negara, harus diperlakukan sama seperti halnya produk dalam negeri. Dengan prinsip National Treatment ini dimaksudkan bahwa negara anggotaWTO tidak boleh membeda-bedakan perlakuan terhadap pelaku bisnis domestik dengan pelaku bisnis non domestik, terlebih terhadap sesama anggotaWTO. Prinsip ini berlaku luas dan berlaku terhadap semua macam pajak dan pungutan pungutan lainnya. Prinsip ini juga memberikan suatu perlindungan terhadap proteksionisme sebagai akibat upaya-upaya atau kebijakan administratif atau legislatif. 
Dalam GATT 1994 terdapat artikel yang melarang adanya peraturan-peraturan investasi yang dapat menyebabkan terganggu dan terhambatnya kelancaran terlaksananya perdagangan bebas antara Negara-negara di dunia sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianut WTO. Prinsip-Prinsip yang dianut WTO namun dilanggar oleh Indonesia Yaitu: a. Prinsip National Treatment Artikel III, paragraph 4 GATT 1994. Pada dasarnya adalah keharusan suatu Negara untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap semua investor asing. Kebijakan Mobil Nasional dianggap telah Melanggar ketentuan ini karena pemberian fasilitas penghapusan bea masuk dan penghapusan pajak barang mewah hanya diberlakukan pada PT. Timor Putra Nasional. b. Prinsip Penghapusan hambatan kuantitatif, Artikel XI, paragraf 1 GATT 1994. pemerintah Indonesia dinilai telah melanggar ketentuan keharusan investor menggunakan bahan baku, bahan setengah jadi, komponen dan suku cadang produksi dalam negeri dalam proses produksi otomotif dalam negeri, yang dalam industri otomotif Indonesia, ketentuan ini dikenal sebagai persyaratan kandungan lokal. Berdasarkan ketentuan GATT yang diimplementasikan dalam aturan aturan Trade Related Investment Measures, kebijakan persyaratan kandungan lokal merupakan salah satu kebjakan investasiyang harus dihapus karena menghalangi perdagangan internasional, ketentuan kandungan lokal sebenarnya merupakan suatu hambatan perdagangan nontariff yang dalam GATT tidak dapat ditolerir. WTO memutuskan bahwa Indonesia telah melanggar Prinsip-Prinsip GATT yaitu National Treatment dan menilai kebijakan mobil nasional tersebut dinilai tidak sesuai dengan spirit perdagangan bebas yang diusung WTO, oleh karena itu WTO menjatuhkan putusan kepada Indonesia untuk menghilangkan subsidi serta segala kemudahan yang diberikan kepada PT. Timor Putra Nasional selaku produsen Mobil Timor dengan menimbang bahwa: 
a) Penghapusan bea masuk dan penghapusan pajak barang mewah yang oleh pemerintah hanya diberlakukan pada PT. Mobil Timor nasional merupakan suatu perlakuan yang diskriminatif dan tentu saja akan sangat merugikan para investor yang telah terlebih dahulu menanamkan modalnya dan menjalankan usahanya di Indonesia. Dengan diberlakukannya penghapusan bea masuk dan pajak barang mewah terhadap mobil timor, hal ini dapat menekan biaya produksi sehingga membuat harga mobil timor di pasaran menjadi lebih murah, hal tersebut akan mengancam posisi investor asing yang tidak dapat menrunkan harga jual produknya, dalam persaingan pasar yang tidak sehat seperti itu, investor asing pasti akan sangat dirugikan. 
b) Untuk menciptakan suatu perdagangan bebas yang efektif dan efisien, GATT dalam aturan aturannya telah berusaha menghapuskan segala hambatan dalam perdagangan internasional, antara lain adalah hambatan-hambatan perdagangan Non Tarif, oleh karena itu kebijakan Pemerintah Indonesia yang menetapkan keharusan aturan persyaratan kandungan local terhadap investor asing dinilai sebagai upaya pemerintah dalam menciptakan suatu hambatan peragangan non tarif guna memproteksi pasar dalam negeri dari tekanan pasar asing. Kebijakan tersebut merupakan salah satu strategi pemerintah untuk memproteksi pasar Mobil Timor agar tidak kalah bersaing dengan produsen mobil dari luar negeri. Instrumen kebijakan tersebut tentunya sangat merugikan pihak produsen mobil dari luar negeri, dan dapat menciptakan suatu iklim persaingan yang tidak sehat. Program Mobil Nasional yang merupakan proyek mercusuar Indonesia ternyata tertatih-tatih dalam pelaksanaannya dan pada akhirnya gagal seiring dengan perlawanan yang dilakukan oleh Jepang, Amerika dan Eropa serta adanya krisis moneter 1997-1998 ditambah dengan tumbangnya rezim Orde Baru. 

Telaah Kritis Terhadap Program Mobil Nasional 
Program Mobil Nasional bila kita tinjau dalam perspektif teoritis, maka kita bisa melihat bagaimana hegemoni Negara-negera Adikuasa terhadap Negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia. Dalam perspektif teoritis ini, kita gunakan Teori Ketergantungan. Theotonio Dos Santos mengatakan bahwa: “Ketergantungan adalah keadaan dimana kehidupan ekonomi negara-negara tertentu dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi dari kehidupan ekonomi negara-negara lain, di mana negara-negara tertentu ini hanya berperan sebagai penerima akibat saja“. Dos Santos menguraikan tiga bentuk ketergantungan, yaitu: 
1. Ketergantungan kolonial: a. Terjadi penjajahan dari negara pusat ke negara pinggiran b. Kegiatan ekonominya adalah ekspor barang-barang yang dibutuhkan negara pusat c. Hubungan penjajah-penduduk sekitar bersifat eksploitatif 
2. Ketergantungan finansial-industrial: a. Negara pinggiran merdeka tetapi kekuatan finansialnya masih dikuasai oleh negara-negara pusat b. Ekspor masih berupa barang-barang yang dibutuhkan negara pusat c. Negara pusat menanamkan modalnya baik langsung maupun melalui kerjasama dengan pengusaha lokal a. 
3. Ketergantungan teknologis-industrial: a. Bentuk ketergantungan baru b. Kegiatan ekonomi di negara pinggiran tidak lagi berupa ekspor bahan mentah untuk negara pusat c. Perusahaan multinasional mulai menanamkan modalnya di negara pinggiran dengan tujuan untuk kepentingan negara pinggiran. d. Meskipun demikian teknologi dan patennya masih dikuasai oleh negara pusat (Budiman 2000: 68-70) 
Indonesia sebagai negara sedang berkembang dan merupakan bekas jajahan dari Jepang dan Belanda adalah negara yang secara De Yure dan De Facto merdeka namun secara ekonomi Indonesia masih tergantung pada dunia dan Jepang pada khususnya. Kenyataan ini tidak bisa dipungkiri, hampir semua sektor ekonomi kita masih dijajah oleh Jepang. Contoh nyatanya adalah mobil-mobil yang ada di Indonesia 90% adalah buatan Jepang. 
Program Mobil Nasional dan telaah kritis melalui Teori Ketergantungan membuka mata kita bahwa ternyata memang benar, Indonesia adalah negara yang masih sangat tergantung dengan Jepang. Tiga bentuk ketergantungan yang diuraikan Dos Santos tidak lagi bisa kita bantah, sebagai pembelaan mungkin hanya ketergantungan kolonial saja yang bisa kita patahkan dengan argumen bahwa Indonesia sudah merdeka, namun benarkah demikian. Bukankah selama ini kegiatan ekspor kita juga masih menguntungkan negara lain daripada Indonesia sendiri. 
Ketergantungan finansial-industrial, makin membuka mata kita. Indonesia memang masih sangat tergantung dari bantuan negara-negara donor dalam melaksanakan pembangunan, tidak terkecuali dalam industri otomotifnya. Perusahaan otomotif yang ada di Indonesia sebagian besar adalah perusahaan asing yang menanamkan modalnya di Indonesia, hanya buruhnya saja yang orang Indonesia asli. 
Ketergantungan teknologis-industrial menjadi hal yang paling tidak terbantahkan lagi, bahwa Indonesia memang masih perlu bantuan teknologi dalam industri otomotifnya. Namun sayang, setelah puluhan tahun Indonesia menjadi negara yang hanya meminjam teknologi dalam industri otomotifnya, Indonesia belum mampu melakukan alih teknologi dalam industi otomotifnya. Perusahaan-perusahaan TNC/MNC yang menanamkan modalnya di Indonesia sekian lama, ternyata juga cukup cerdik dalam mengelabui Indonesia, sehingga proses alih teknologi tidak akan pernah terjadi. 
Kebijakan Program Mobil Nasional yang diluncurkan sebagai langkah seribu bagi kemajuan sebuah bangsa dan negara bernama Indonesia patut kita acungi jempol, namun dalam pelaksanaannya Program Mobil Nasional tidak memperhitungkan hal-hal yang penting mengenai hajat para kapitalis global, sehingga yang terjadi bukan dukungan yang diterima melainkan permusuhan yang ada. Kebijakan Program Mobil Nasional yang didalam negeri sudah menimbulkan pro dan kontra masih harus menghadapi hadangan dunia internasional yang merasa dirugikan dengan adanya Program Mobil Nasional, sehingga mimpi mempunyai Mobil Nasional dan Industri Otomotif Nasional menjadi sebuah utopia semata. 

DAFTAR PUSTAKA 
Adolf, Huala. 2006. Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta: PT Raja Grafindo 
Budiman, Arief. 2000. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta: Gramedia. 
Persada.Fuady, Munir. 2004. Hukum Dagang Internasional (Aspek Hukum dari WTO). Bandung: PT Citra Aditya Bakti. 
SENGKETA MOBIL NASIONAL INDONESIA. Posted November 21st, 2008 by dani_boy (indoskripsi) ARTIKEL 
Anwar Chairul, “WTO dan Masalah Penyelesaian Sengketa Dagang,” Suara Pembangunan, 10 Oktober 1996 
Arif Arryman,”Mobnas tak didukung kebijaksanaan yang tepat,” Bisnis Indonesia, 1 Agustus 1996 Basri, Muhammad Chatib. Mobil Nasional: Lengkaplah Sudah !* Kolom Edisi 15/02 - 11/Jun/97. 
Kwik Kian Gie: Mobil Nasional akan Melanda Dunia? Kompas Online.Senin, 12 Agustus 1996 
Menteri Tsukahara: Soal Mobnas Dibicarakan Secara Bilateral,” Suara Pembaruan, 14 September 1996 Mobil Nasional buatan Korea, dan hiburan buat Jepang? Analisa & Peristiwa – 2. Edisi 15/01 
Mobil Nasional Buatan Korea Selatan?. TEMPO Interaktif, Jakarta. Kamis, 11 Juli 1996 | 11:57 WIB 
Timor (mobil) Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Tommy Lego 15 Ribu Mobil Timor Untuk Bayar Utang. SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist 
Pudjiarti, Hani. Analisa dan Peristiwa Edisi 01/01- 06/Mar/1996 
Understanding the WTO, World Trade Organisation Published, 2007.

Tidak ada komentar: